Ntah sejak kapan jarak ini semakin terlihat dan semakin
terasa. Aku hanya dapat mengingat jarak yang memisahkan kami kian memanjang
setiap detiknya. Terlalu panjang sampai aku hampir tidak dapat melihatnya lagi.
Jarak. Ya, jarak ini tidak dapat dilihat oleh mata. Jarak yang sangat panjang
dan kian memanjang itu hanya dapat dirasakan oleh hati. Mungkin hanya hatiku
sendiri yang dapat merasakan jarak itu. Bagaimana tidak? Selain panjang, jarak
itu sangat tajam. Jarak itu dapat menyayat hatiku. Sakit. Selain kian memanjang,
jarak itu kian tajam. Pelan-pelan jarak itu menyayat hatiku. Aku tau, hatiku sedang
menangis kesakitan. Aku tau, dia berteriak ‘tidak kuat’. Ya, aku tau. Maafkan
aku, hati. Kepalaku tidak bisa berhenti memikirkan jarak ini. Maafkan aku, aku
gagal memerintah kepalaku sendiri untuk tidak mempedulikan jarak ini. Maafkan
aku yang telah menyiksamu karena pikiranku sendiri.
Hati. Apakah kamu ingat beberapa tahun yang lalu? Apa yang
kamu rasakan sebelum jarak ini datang? Kamu baik-baik saja. Kamu selalu merasa
senang setiap ada dirinya yang humoris. Dirinya yang tidak pernah kehabisan
gurauan untuk menghidupkanmu. Menghidupkan kita. Dirinya yang meringankan beban
kita. Kamu ingat? Hati. Aku memohon kepadamu. Aku mohon bersabarlah. Ingatlah masa
senang kita bersama dirinya dahulu. Walau sakit, janganlah kamu berubah. Jangan
mengubah dirimu menjadi hati yang pendendam. Biarlah kita melihat dirinya yang
sudah bahagia di kejauhan sana tanpa kita. Memang sakit. Sangat sakit, tapi
kita tidak perlu membalasnya.
“aku senang jika dia senang” itu yang kebanyakan orang katakan.
Aku mulai memerintah kepalaku untuk berpikir seperti itu. Dan itu berkerja. Mulutku
juga dapat mengatakan kata-kata itu dengan tegas diiringi nada tidak peduli.
Namun hatiku tetap menangis. Aku tau, aku telah banyak melukai hatiku sendiri.
Sekarang mulutku yang telah melontarkan kata-kata itu telah menambah luka di
hatiku. Mulutku telah membohongi hatiku.
-----
Kali ini aku mendengar suara itu. Samar-samar tapi cukup
jelas untuk telingaku. “cukup! Aku tidak
kuat lagi! Hentikan!”. Aku melihat kesekelilingku. Tidak ada siapa-siapa. Suara
itu kian membesar, aku memejamkan mata. Saat itulah aku sadar, hatiku sendiri
yang mengeluarkan kata-kata itu. Untuk kesekian kalinya aku meminta maaf kepada
hatiku sendiri.
“Hati. Maafkan aku. Maafkan pikiranku yang terus mengusikmu. Maafkan
mulutku yang selalu berbohong kepadamu. Maafkan aku. Aku sendiri tidak tau
mengapa aku terus melakukan itu. Bodoh. Aku memang bodoh untuk terlalu
memikirkannya dan mempedulikannya. Mataku ini sangat gatal saat tidak meluncur
ke dunia maya hanya untuk mengetahui dirinya.”
Namun, usahaku sia-sia. Hati ini semakin sakit. Sakit karena
menyadari bodohnya diriku. Menyadari banyaknya waktu yang terbuang untuk
memikirkan dirinya hanya membuat hati ini semakin sakit.
“katakan pada pikiranmu
sendiri, apa yang telah dia lakukan untuk dirimu? Dia selalu menghilang dan
tiba-tiba kembali kepadamu! Apa kamu tidak sadar bahwa dia bukan teman yang
baik?” kata hatiku yang terus memerangi pikiranku.
“Hati. Aku mohon untuk kesekian kalinya. Bersabarlah. Tidak kah
kamu ingat dia pernah menjadi orang yang berharga untuk diriku? Untuk diri
kita? Dia yang selalu ada beberapa tahun yang lalu. Tidak kah kamu ingat apa
yang telah kita lakukan bersamanya? Tidak kah kamu ingat semua kenangan itu?”
Sejenak hatiku tenang. Sejenak dia terdiam. Dia tidak bisa
menjawab. Namun tiba-tiba, suara kecil itu samar-samar muncul kembali.
“maafkan aku yang mudah
menangis. Maafkan aku yang rapuh. Maafkan. Aku berjanji aku akan lebih bersabar
demi kita. Tidak perlu khawatir. Kita akan melewati ini semua. Ntah sampai
kapan, tapi aku akan berusaha sekuat tenaga untuk tetap kuat.”
-----
Kenangan. Satu kata yang dapat meluluhkan hati. Kenangan. Satu
kata yang dapat menyelamatkan hati. Aku mulai belajar, mempelajari hatiku
sendiri. Ego pada pikiran kita sendiri ternyata dapat dikalahkan dengan
kekuatan kenangan. Memang pahit dan sakit untuk membuka mata kita untuk melihat
kenyataan. Namun, pejamkanlah matamu sejenak. Ingatlah kenangan. Hal ini dapat
mengobati hatimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar