Cari Postingan Gue?

Sabtu, 10 Agustus 2013

Satu Kata untuk Hati

Ntah sejak kapan jarak ini semakin terlihat dan semakin terasa. Aku hanya dapat mengingat jarak yang memisahkan kami kian memanjang setiap detiknya. Terlalu panjang sampai aku hampir tidak dapat melihatnya lagi. Jarak. Ya, jarak ini tidak dapat dilihat oleh mata. Jarak yang sangat panjang dan kian memanjang itu hanya dapat dirasakan oleh hati. Mungkin hanya hatiku sendiri yang dapat merasakan jarak itu. Bagaimana tidak? Selain panjang, jarak itu sangat tajam. Jarak itu dapat menyayat hatiku. Sakit. Selain kian memanjang, jarak itu kian tajam. Pelan-pelan jarak itu menyayat hatiku. Aku tau, hatiku sedang menangis kesakitan. Aku tau, dia berteriak ‘tidak kuat’. Ya, aku tau. Maafkan aku, hati. Kepalaku tidak bisa berhenti memikirkan jarak ini. Maafkan aku, aku gagal memerintah kepalaku sendiri untuk tidak mempedulikan jarak ini. Maafkan aku yang telah menyiksamu karena pikiranku sendiri.

Hati. Apakah kamu ingat beberapa tahun yang lalu? Apa yang kamu rasakan sebelum jarak ini datang? Kamu baik-baik saja. Kamu selalu merasa senang setiap ada dirinya yang humoris. Dirinya yang tidak pernah kehabisan gurauan untuk menghidupkanmu. Menghidupkan kita. Dirinya yang meringankan beban kita. Kamu ingat? Hati. Aku memohon kepadamu. Aku mohon bersabarlah. Ingatlah masa senang kita bersama dirinya dahulu. Walau sakit, janganlah kamu berubah. Jangan mengubah dirimu menjadi hati yang pendendam. Biarlah kita melihat dirinya yang sudah bahagia di kejauhan sana tanpa kita. Memang sakit. Sangat sakit, tapi kita tidak perlu membalasnya.

“aku senang jika dia senang” itu yang kebanyakan orang katakan. Aku mulai memerintah kepalaku untuk berpikir seperti itu. Dan itu berkerja. Mulutku juga dapat mengatakan kata-kata itu dengan tegas diiringi nada tidak peduli. Namun hatiku tetap menangis. Aku tau, aku telah banyak melukai hatiku sendiri. Sekarang mulutku yang telah melontarkan kata-kata itu telah menambah luka di hatiku. Mulutku telah membohongi hatiku.
-----
Kali ini aku mendengar suara itu. Samar-samar tapi cukup jelas untuk telingaku. “cukup! Aku tidak kuat lagi! Hentikan!”. Aku melihat kesekelilingku. Tidak ada siapa-siapa. Suara itu kian membesar, aku memejamkan mata. Saat itulah aku sadar, hatiku sendiri yang mengeluarkan kata-kata itu. Untuk kesekian kalinya aku meminta maaf kepada hatiku sendiri.

“Hati. Maafkan aku. Maafkan pikiranku yang terus mengusikmu. Maafkan mulutku yang selalu berbohong kepadamu. Maafkan aku. Aku sendiri tidak tau mengapa aku terus melakukan itu. Bodoh. Aku memang bodoh untuk terlalu memikirkannya dan mempedulikannya. Mataku ini sangat gatal saat tidak meluncur ke dunia maya hanya untuk mengetahui dirinya.”

Namun, usahaku sia-sia. Hati ini semakin sakit. Sakit karena menyadari bodohnya diriku. Menyadari banyaknya waktu yang terbuang untuk memikirkan dirinya hanya membuat hati ini semakin sakit.

katakan pada pikiranmu sendiri, apa yang telah dia lakukan untuk dirimu? Dia selalu menghilang dan tiba-tiba kembali kepadamu! Apa kamu tidak sadar bahwa dia bukan teman yang baik?” kata hatiku yang terus memerangi pikiranku.

“Hati. Aku mohon untuk kesekian kalinya. Bersabarlah. Tidak kah kamu ingat dia pernah menjadi orang yang berharga untuk diriku? Untuk diri kita? Dia yang selalu ada beberapa tahun yang lalu. Tidak kah kamu ingat apa yang telah kita lakukan bersamanya? Tidak kah kamu ingat semua kenangan itu?”

Sejenak hatiku tenang. Sejenak dia terdiam. Dia tidak bisa menjawab. Namun tiba-tiba, suara kecil itu samar-samar muncul kembali.

maafkan aku yang mudah menangis. Maafkan aku yang rapuh. Maafkan. Aku berjanji aku akan lebih bersabar demi kita. Tidak perlu khawatir. Kita akan melewati ini semua. Ntah sampai kapan, tapi aku akan berusaha sekuat tenaga untuk tetap kuat.”
-----

Kenangan. Satu kata yang dapat meluluhkan hati. Kenangan. Satu kata yang dapat menyelamatkan hati. Aku mulai belajar, mempelajari hatiku sendiri. Ego pada pikiran kita sendiri ternyata dapat dikalahkan dengan kekuatan kenangan. Memang pahit dan sakit untuk membuka mata kita untuk melihat kenyataan. Namun, pejamkanlah matamu sejenak. Ingatlah kenangan. Hal ini dapat mengobati hatimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar