Pendek, kecil, cebol. Lo semua harus tau perasaan kami para umat yang terjangkit 'kecebolan' 'kekecilan' dan 'kependekan' ini. Kami tinggal di dunia yang kejam ini, dunia yang penuh dengan manusia bau kaki dan bau ketek yang menyebut kami si pendek, si kecil, si cebol. Kami hidup dengan sepenuh hati, saking penuhnya hati kami pun olab (dikira makan soal fisika kali olab) oleh rasa ke-iri-an yang kadarnya sudah melebihi kadar garam di laut mati.
Ya maksud gue, lo semua yang pernah ngatain kita kaya gitu ga 'berprikecebolan' 'berprikekecilan' dan 'berprikependekan'.
Tanpa sepengetahun lo, tanpa sepengetahuan gue dan bahkan tanpa sepengetahuan mahluk hasil kloningan dolly dan beruk di Ragunan, mungkin di dunia nan jauh di sana ada banyak umat cebol yang berani menutup usianya dengan cara rela menembak dirinya sendiri dengan senapan unta kena polio gara-gara sakit hati di katain cebol. Ya, siapa tau.
Ya maksud gue, lo semua yang pernah ngatain kita kaya gitu ga 'berprikecebolan' 'berprikekecilan' dan 'berprikependekan'.
Tanpa sepengetahun lo, tanpa sepengetahuan gue dan bahkan tanpa sepengetahuan mahluk hasil kloningan dolly dan beruk di Ragunan, mungkin di dunia nan jauh di sana ada banyak umat cebol yang berani menutup usianya dengan cara rela menembak dirinya sendiri dengan senapan unta kena polio gara-gara sakit hati di katain cebol. Ya, siapa tau.
Di balik cacian dunia yang keras ini, gue punya satu alasan yang dapat mempertanggungkan ke-cebol-an gue ini. Yaitu suatu hari, kurang lebih 16 tahun yang lalu dimana nyokap lagi mengandung gue......
Hari itu dimana sodara gue yang terjangkit cacar dan cacarnya baru kering, dateng ke rumah gue di Bandung. Dia kira cacar kering itu ga akan kenapa-kenapa dan ya mungkin aja dia ngira "Hello? Siapa yang bakal ketularan cacar? Cacar kan yang kena anak kecil, di sana ga ada anak kecil, ga mungkin om gue dan tante gue (ortu gue) belum kena cacar"
Dan VOILAAAAAA lo harus tau nyokap gue belum kena cacar seumur hidupnya, dan dia harus ketularan cacar di saat di mengandung gue *pasang lagu: kubuka album biru.....* oke lanjut lagi.
Daaaan, tunggu nyokap gue kena cacar. Trs, gue? Gue terpaksa di lahirkan dengan keadaan prematur 7 bulan, sakit kuning dan berada di dalam incubator, selama 1 minggu, gue berasa jadi permainan harvest moon dimana anak ayamnya dimasukan ke dalam incubator, dan gue ngerasa kaya ayam. Dan ga cuman itu, gue terlahir dengan berat badan yang kurang lebih 2kg. Hah good! 2kg? Mungkin gue bisa mati cuman gara-gara ketindihan karung beras..... 100 karung beras (Ya iyalaaaaaah!)
Dan VOILAAAAAA lo harus tau nyokap gue belum kena cacar seumur hidupnya, dan dia harus ketularan cacar di saat di mengandung gue *pasang lagu: kubuka album biru.....* oke lanjut lagi.
Daaaan, tunggu nyokap gue kena cacar. Trs, gue? Gue terpaksa di lahirkan dengan keadaan prematur 7 bulan, sakit kuning dan berada di dalam incubator, selama 1 minggu, gue berasa jadi permainan harvest moon dimana anak ayamnya dimasukan ke dalam incubator, dan gue ngerasa kaya ayam. Dan ga cuman itu, gue terlahir dengan berat badan yang kurang lebih 2kg. Hah good! 2kg? Mungkin gue bisa mati cuman gara-gara ketindihan karung beras..... 100 karung beras (Ya iyalaaaaaah!)
Dan ga cuman itu doang, perjalanan nyokap gue demi ngelahirin gue ga cukup gitu doang. Saat nyokap dan bokap gue pergi ke RS Boromeus, nyokap gue di tolak, gara-gara nyokap gue terjangkit cacar sialan itu, rumah sakit itu ga punya ruangan kusus dan nyokap gue pun di larikan ke rumah sakit di daerah Setiabudi dengan menggunakan ambulan. Perjalanan yang cukup rumit bagi seorang ibu yang baru kali itu ngelahirin, dan pertama ngelahirin anak prematur 7 bulan, dalam keadaan cacar dan di tolak di suatu rumah sakit. *pasang lagu lagi: kubuka album biru.......*
Ya itu adalah sepenggal perjalanan hidup gue yang mempertegas alasan kecebolan gue, tapi tetep aja... Gue tetep di katain dan gue masih inget suatu ketika gue kelas 3 SMP.
Hari itu adalah hari dimana hati gue hancur berkeping-keping, dan kepingan hati gue pun di campur ikan asin dan dibikin jadi makanan kucing garong di sebelah rumah gue.
Ya pelaku dari kejadian itu adalah guru matematika waktu gue kelas 1 SMP, guru kecil dengan suara layaknya putri solo, gue masih inget waktu gue liat dia nyebrang di depan sekolah gue, dia nyeberang dengan gaya putri solo jalan, lamban, tangan yang lentiknya memberentikan kendaraan yang lewat, dagunya ditinggikan. Dan sewaktu dia kecopetan, dengan lemah-lembutnya dia bilang "copeeet, copeeet" dengan cara pengucapan yang di ayun 3 harakat.
Mungkin orang-orang sekitar yang melihat kejadian itu akan berfikir bahwa dia itu putri dari suatu kerajaan berabad tahun yang lalu, yang terjebak di suatu lemari dan ternyata lemari itu adalah lorong waktu ke masa depan.
Hari itu adalah hari dimana hati gue hancur berkeping-keping, dan kepingan hati gue pun di campur ikan asin dan dibikin jadi makanan kucing garong di sebelah rumah gue.
Ya pelaku dari kejadian itu adalah guru matematika waktu gue kelas 1 SMP, guru kecil dengan suara layaknya putri solo, gue masih inget waktu gue liat dia nyebrang di depan sekolah gue, dia nyeberang dengan gaya putri solo jalan, lamban, tangan yang lentiknya memberentikan kendaraan yang lewat, dagunya ditinggikan. Dan sewaktu dia kecopetan, dengan lemah-lembutnya dia bilang "copeeet, copeeet" dengan cara pengucapan yang di ayun 3 harakat.
Mungkin orang-orang sekitar yang melihat kejadian itu akan berfikir bahwa dia itu putri dari suatu kerajaan berabad tahun yang lalu, yang terjebak di suatu lemari dan ternyata lemari itu adalah lorong waktu ke masa depan.
Ya siapa tau, ok balik lagi kecerita gue. Saat itu gue lagi menikmati detik-detik terakhir SMP gue, gue lagi menikmati padatnya jadwal gue, setelah selesai pelajaran, gue istirahat dan kembali ke pelajaran, ya saat itu adalah waktunya pemantapan.
Saat gue mau kembali ke kelas setelah istirahat berniat pergi pemantapan, gue berpapasan dengan guru-putri-yang-terjebak-dimasa-depan itu, ga ada angin, ga ada topan, ga ada kentut, tiba-tiba guru itu mengatakan kata-kata ilahi yang lebih tajam dari pada samurai seorang pendekar jepang kena polio....
Dia berkata dengan lemah lebut ala putri solonya
"Neng kelas 1 apa? Tolong panggilkan ketua kelas 1C"
Dia berkata dengan lemah lebut ala putri solonya
"Neng kelas 1 apa? Tolong panggilkan ketua kelas 1C"
Hening sejenak.
Dengan senyum gue yang manis, gue bilang dengan hati-hati dengan tajwid yang benar
"Saya kelas 3E bu".
Gue berharap tu guru ngerti dan langsung pergi, tetapi harapan tinggal harapan, dan guru itu pun bilang
"Wah kecil, pendek banget neeeeng" dia ngomong dengan gaya putri solonya dan dengan di ayun 3 harakat.
Dengan senyum gue yang manis, gue bilang dengan hati-hati dengan tajwid yang benar
"Saya kelas 3E bu".
Gue berharap tu guru ngerti dan langsung pergi, tetapi harapan tinggal harapan, dan guru itu pun bilang
"Wah kecil, pendek banget neeeeng" dia ngomong dengan gaya putri solonya dan dengan di ayun 3 harakat.
Seiring perginya guru itu, gue cuman bisa diem kaget, gue gondok. Pas banget, gue berdiri di lantai dua di sebelah kanan gue tembok pendek yang menghadap ke lapang bola di bawah. Di sebelah kiri gue ada tangga.
Gue punya 2 pilihan: 1) terjun bebas menuju lapangan bola berbentuk trapesium dan mati konyol di tengah para siswa yang lagi main bola, atau 2) jatuh terguling-guling di tangga dengan sensasi film-film india, dengan berbedaan tipis kalo di film india di rumput, gue terguling mengenaskan di tangga.
Ya.... Sungguh kerasnya dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar